Minggu, 27 Februari 2011

MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

A. Tinjauan Model Pembelajaran Koperatif
Pemebelajaran kooperatif (cooperative learning ) adalah pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Keuntungan jangka panjang yang dapat dipetik dari pembelajaran ini menurut Nurhadi ( 2004:116 ) adalah :
a. Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial
b. Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan, informasi, prilaku sosial dan pandangan- pandangan.
c. Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial dan komitmen.
d. Memungkinkan kemungkinan terbentuknya nilai-nilai sosial dan komitmen
e. Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.
f. Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga dewasa
g. Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan
h. Meningkatkan saling percaya terhadap sesama manusia
i. Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai perspektif
j. Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasa lebih baik
k. Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.
Landasan pemikiran dalam dunia pendidikan paradigma lama mengenai proses belajar mengajar teori tabularasa yang mengatakan bahwa, pikiran seoran anak bagaikan kertas kosong yang putih bersih dan siap menunggu coretan-coretan gurunya. Dengan kata lain otak seorang anak ibarat botol kosong yang siap diisi dengan segala ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan dari guru. Berdasarkan asumsi ini dan asumsi yang sejenisnya banyak guru melaksankan kegiatan kegiatan belajar mengajar sebagai berikut:
a. Memindahkan pengetahuan dari guru ke Siswa
b. Mengisi botol dengan pengetahuan
c. Mengotak-ngotakkan siswa
d. Memacu siswa dalam kompetisi bagaikan ayam aduan
Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah. Kita tidak bisa lagi mempertahankan paradigma tersebut, teori, penelitian, dan pelaksanaan kegiatan belajar mengajar berdasarkan beberapa pokok pemikiran sebagai berikut:
a. Pengetahuan ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa.
b. Siswa membangun pengetahuan secara aktif.
c. Pengajar perlu mengembangkan kompetensi dan kemampuan siswa
d. Pendidikan adalah interaksi pribadi antara para siswa dan interaksi antara guru dan siswa, Anita Lie ( 2004).

B. Student Teams Achievement Division ( STAD )
Metode merupakan sustu cara yang digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan . Dalam kegiatan belajar mengajar metode sangat diperlukan oleh guru, dengan penggunaan yang bervariasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Menguasai metode mengajar merupakan keniscayaan, sebab seorang guru tidak dapat mengajar dengan baik apabila tidak menguasai metode secara tepat. Syaiful Bahri dan Winarno Surakhmad (1991) mengemukakan lima macam faktor yang mempengaruhi penggunaan metode mengajar, yakni: a). Tujuan dengan berbagai jenis dan fungsinya. b). Anak didik dengan berbagai tingkat kematangannya. c). Situasi berlainan keadaannya. d). Fasilitas bervariasi secara kualitas dan kuantitasnya. e). Kepribadian dan kompetensi guru yang berbeda-beda.
Metode STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dkk (1995). Metode ini dipandang paling sederhana dan peling langsung dari pendekatan pembelajaran kooperatif. Para guru menggunakan metode STAD untuk mengajarkan informasi baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penyajian verbal maupun tertulis. Para siswa didalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, masing-masing terdiri dari empat atau lima orang tiap kelompok atau tim, tiap tim memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik maupun kemampuan ( tinggi, sedang, rendah ). Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja akademik, dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota tim. Secara individual atau tim tiap minggu atau dua minggu guru mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan pelajaran yang telah dipelajari. Tiap siswa atau tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, kepada siswa atau tim yang meraih prstasi tinggi akan diberi penghargaan. Nurhadi (2004 : 116-117 ).
Pola pelaksanaan model pembelajaran kooperatif STAD, pada dasarnya merupakan pengembangan dari lima komponen utama tipe tersebut . Berdasarkan penelitiannya Slavin menyatakan kelima komponen utama STAD tersebut adalah:
a) presentasi kelas, b) pemebentukan kelompok, c) kuis individu d). peningkatan skore individu, e) penghargaan tim ,(Hutawarman, wawang :2004)
Dari kelima komponen tersebutdikembangkan pola pembelajaran sesuai dengan langkah-langkah berikut ini:
1. Presentasi Kelas
Guru menyampaikan tujuan pembelajaran, Guru memotivasi siswa dengan memberikan pertanyaan tentang peristiwa /kejadian sehari-hari yang terkait dengan materi /bahan ajar, Guru menyajikan materi secara singkat dalam upaya mengantarkan siswa membangun pengetahuannya sendiri
2. Pembentukan Kelompok Kerja.
Guru membentuk kelompok kerja dengan jumlah 4 -5 siswa secara heterogen berdasarkan kemampuan sehingga (tinggi,sedang, dan rendah ), gender, suku dan agama. Kelompok yang sudah terbentuk ini dipertahankan untuk beberapa kali pertemuan. Setelah 5 atau 6 minggu penerapan STAD, kelompok-kelompok siswa diatur ulang menjadi kelompok baru.( Nur, Muhammad : 2000).
Model kelompok kerja, guru dapat mengaturnya sendiri sesuai dengan jumlah siswa dalam kelas dengan tetap memperhatikan aturan dari poin pertama
Gambar 2.1 Model Kelompok Pada Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD




Kel I Kel II


Kel III Kel IV


Sumber : Bahan PLPG 2008
3. Kerja kelompok
Guru membagikan LKS kepada masing-masing kelompok dan setiap anggota kelompok bekerja dalam kelompok kerjanya. Menurut Muhammad Nur (2000) setiap anggota kelompok berkewjiban membantu anggota yang lain untuk menguasai secara tuntas materi/ permasalahan dalam LKS tersebut. Guru menganjurkan siswa pada tiap- tiap kelompok bekerja dalam duaanatau tigaan. Guru perlu memberi penekanan kepada siswa bahwa mereka tidak boleh mengakhiri kegiatan belajar mengajar sebelum seluruh anggota tim menguasai materi 100 %
4. Validasi dan scaffolding
Setiap anggta kelompok mengecek jawaban mereka melalui kunci jawaban yang telah disediakan dalam LKS. Menurut Wawang Hutawarman (2004), untuk langkah keempat ini perlu dibuat fase tersendiriyang disebut fase tersendiri yang disebut fase “Validasi dan Scaffolding”. Pada fase ini maing-masing kelompok kelompok memprestasikan hasil kerja kelompoknya yang masing-masing kelompok mengajukan tanggapannya, sedangkan fungsi guru saat ituadalah memberikan bantuan dan imbingan agar validasi dapat menghasilkan kesimpulan yang benar. Guru juga perlu memberikan pujian kepada kelompok yang bekerja dengan bagus.
5. Kuis Individu.
Semua anggota kelompok kembali ketampat semula untuk melaksnakan kuis individu. Siswa tidak diperkenankan lagi untuk bekerja sama dengan anggota tim lainnya. Mereka harus menunjukkan bahwa mereka belajar sebagai individu.
6. Skor individu dan skor kelompok
Siswa diminta saling menukar jawabanny, atau mengumpul pekerjaan itu untuk diperiksa kemudian dibuat skor individu dan skor tim. Skor tim pada STAD didasarkan pada peningkatan skor anggota tim dibsndingkan dengan skor yang lalu mereka sendiri.
7. Penghargaan kelompok
Memberi pengakuan prestasi untuk tim, dengan memberikan penghargaan untuk tim yang mencapai peningkatan rata-rata 20 atau lebih.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan pola pelaksanaan model pembelajaran tipe STAD yakni :







Sumber :Bahan PLPG, 2008
C. Belajar dan Hasil Belajar
Pengertian belajar menurut para ahli dibidang pendidikan diartikan sebagai sebuah proses perubahan tingkah laku pada diri individu karena adanya proses interaksi antara individu dengan lingkungannya. Menurut Gagne dalam Martinis (2005: 107) belajar merupakan kegiatan yang kompleks, dimana setelah belajar tidak hanya memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai akan tetapi siswa harus mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mengembangkan pemikirannya, karena belajar merupakan proses kongnetif. Lingkungan yang dimaksudkan adalah lingkungan rumah tangga, sekolah, dan lingkungan secara umum yang banyak mempengaruhi sikap dan prilaku masing-masing individu, seperti pola piker, bertindak, berbicara, sikap, gaya bahasa, dan watak.
Sedangkan Lyle E. Bourne dalam Mustaqim ( 2004) mengatakan “ Belajar adalah perubahan tingkah laku yang relative tetap yang diakibatkan oleh pengalaman dan latihan”. Pembelajaran dapat diartikan sebagai upaya yang sistimatik dan dosengaja oleh pendidik untuk menciptakan kondisi agar peserta didik melakukan kegiatan belajar. Dalam kegiatan ini terjadi interaksi edukatif antara dua pihak, yaitu peserta didik yang melakukan kegiatan belajar dengan pendidik dalam proses belajar mengajar.Sujana (2005)
Menurut Thursan Hakim ( 2002 ) Belajar adalah suatu prosese perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk kualitas dan kuantitas tingkah laku sepert, kecakapan, pengetahuan, sikap, keboasaan, pemahaman, keterampilan, daya pikir, dan kemampuan lainnya.
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar pada hakekatnya adalah perubahan yang terjadi pada diri sesorang setelah melaksanakan aktivitas pembelajaran.
Karena belajar bukanlah suatu tujuan tetapi sustu proses maka guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif dan efisien, sehingga tujuan yang diharapkan dapat tercapai. Selain itu perlu adanya upaya guru untuk merubah perannya dari pembelajaran yang berfokus pada guru kearah pembelajaran yang berfokus pada siswa.
Didalam interaksi belajar mengajar , guru memegang kendali utama untuk keberhasilan tercapainya tujuan. Oleh sebab itu guru harus memiliki keterampilan mengajar, mengelola tahapan pembelajaran, memanfaatkan metode, menggunakan media dan mengalokasikan waktu.
Belajar merupakan proses aktivitas yang memiliki keterukuran secara jelas. Ukuran keberhasilan belajar dalam pengertian yang operasional adalah penguasaan suatu bahan ajar yang dinyatakan dalam tujuan pembelajaran khusus dan memiliki kontribusi bagi tujuan yang ada diatasnya.. Keberhasilan atau kegagalan dalam proses belajar mengajar merupakan sebuah ukuran atas proses pembelajaran. Apabila merujuk kepada rumusan operasional keberhasilan belajar, maka belajara dikatakan berhasil apabila :
a. Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai prestasi tinggi, baik secara individu maupun kelompok.
b. Perilaku yang digariskan dalam tujuan khusus pembelajaran telah dicapai oleh siswa baik individual maupun kelompok.
c. Terjadinya pemahaman materi secara sekuensial mengantarkan materi tahap berikutnya.
Ketiga ciri keberhasilan belajar diatas, bukanlah semata-mata keberhasilan dari segi kongnetif, tetapi harus memuat aspek-aspek lain seperti aspek afektif dan psikomotorik. Pengevaluasian salah satu aspek saja dapat menyebabkan pengajaran kurang memiliki makna yang bersifat komprehensip.
Untuk mengukur dan mengevaluasi keberhasilan belajar dapat dilakukan melalui tes prestasi belajar. Berdasarkan tujuan dan ruang lingkupnya tes prestasi belajar dapat digolongkan pada beberapa jenis penilaian yatitu :
a. Tes Formatif.
Tes formatif digunakan untuk mengukur satu atau beberapa pokok bahasan tertentu dan bertujuan untuk memperoleh gambaran terhadap daya serap siswa terhadap pokok bahasan tersebut. Hasil tes dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajara mengajar pada bahan pelajaran tertentu.
b. Tes Sub Sumatif.
Tes sub sumatif meliputi sejumlah bahan pengajaran tertentu yang telah diajarkan dalam waktu tertentu. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran daya serap siswa agar mrningkatkan prestasi belajar siswa. Hasil tes sub sumatif dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki proses belajar mengajar dan diperhitungkan dalam menentukan nilai raport.
c. Tes sumatif.
Tes sumatif digunakan untuk mengukur daya serap siswa terhadap bahan pokok bahasan yang telah diajarkan selama satu semester. Tujuannya untuk menetapkan tingkat atau taraf keberhasilan belajar siswa dalam satu periode tertentu. Hasil tes sumatif dimanfaatkan untuk kenaikan kelas, menyusun peringkat, atau sebagai ukuran mutu sekolah.
Tingkat keberhasilan proses belajar mengajar dapat dimanfaatkan berbagai upaya dan salah satunya adalah berhubungan dengan perbaikan proses belajar mengajar apala terdapat indikasi kegagalan belajar baik sebagian maupun keseluruhan dari suatu pokok bahasan tertentu.
Perbaikan dapat dilakukan jika terdapat bukti-bukti otentik adanya kegagalan dalam belajar yatitu apabila 80 % atau lebih dari jumlah siswa yang mengikuti proses belajar mengajar mencapai taraf keberhasilan kurang (dibawah Kreteria ketuntasan minimal) maka hendaknya proses belajar mengajar berikutnya bersifat perbaikan (remedial)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar